Senin, 21 Juni 2010

Cinta ini, jangan berakhir!

Hanya sebagai bahan bakar motivasi untuk terus semangat menulis….
Sebuah karya dari Moammar Emka dalam bukunya Cinta itu, kamu.


Cinta ini, jangan berakhir!


Jangan berakhir. Karena risalah rindu ini masih terus mengais ceritamu. Tak peduli jeratan waktu memaksaku bergemeretak mengejar matahari. Terantuk di padang gerah berkubang butiran peluh, menguras waras yang deras luruh kepadamu. Membuatku tak sadar. Kalap diremas cintamu. Menggebu dalam nada yang berulang-ulang. Mematuk tembang bertahtakan cintamu.

Jangan berakhir. Karena ku masih setia mengulur benang cinta yang kupintal dari serpihan asa tersisa, kasih yang setia menunggu hadirmu, luka bahagia karena tak bosan-bosannya menatap wajahmu. Sunyi mencekam terantuk namamu dan debam hasrat untuk tetap berada dalam naungan mata beningmu.

Jangan berakhir. Karna aku akan menunggu hadirmu, kapan pun itu. Jagan berakhir karna aku telah memilihmu sejak tatap pertama tumpah tanpa sengaja di suatu senja. Dan sampai kini aku semakin terjerat dalam penantian yang mengerang, meregang, mengerontang, terpanggang bara api yang setia kunyalakan, tak ingin kupadamkan.

Ya, inilah aku, yang selalu berharap risalah cinta, pengharapan, dan penantian untuk satu namamu suatu ketika akan menemui pencapaiannya.

Bukan aku tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, apa yang akan aku temui dalam penantian ini. Ketika aku kembali mencintaimu, pada detik itu sebenarnya kakiku telah tiba di rumah pesakitan. Mengerang di atas prahara cinta yang tak jua berakhir. Titik temu dua hati yang kuiba-iba belum juga merunut abjad takdir. Terkulaiku dihempaskan asa dari waktu ke waktu. Tetap saja kakiku kukuh percaya. Walau segalanya tampak tak nyata.

Rumah yang kuburu makin tenggelam dihapus kungkungan kabut. Samar kupandang, membabi buta jejakku meratap di jemari pelangi. Kau tempatku mengunyah sejarah penantian. Di mana cahayamu kausembunyikan? Rumah yang kuhuni makin gelap. Terang susah kudekap. Gema pesakitan mengintip di tiap inci kata yang terucap dan terpendam dalam puing suara jiwa. Aku makin terluka. Setia menunggu di ujung abjad takdir yang akan jatuh dari langit. Membawa pesan cintamu, untukku suatu ketika. Entah dimana, entah kapan masanya. Aku akan setia. Itu saja!

Ya, aku akan setia menantimu, kapan pun itu.

Dalam gelap gerimis yang pongah menghujam. Terbuai wajahmu yang meyusup bertubi-tubi. Membawa sebaris kata bahagia yang menenggelamkan nurani di atas pengharapan tak berkesudahan. Tentang rindu kusam, tentang cinta terbuang. Mengutip satu namamu diantara keluh kesah, gundah gelisah, dan lara pesakitan. Masihkah ada secuil senyum di batas penantianku yang kini makin terbata dalam kata-kata; untuk memujimu, mengharapmu mencintaimu, dan menantimu.

Yang pasti aku selalu berjalan menujumu.






*telah mendapat persetujuan penulis…..

0 komentar:

 

Ruang Imaji. Design By: SkinCorner